Wisata Gunung Kidul : Lelono syahdu

Berlajut dari postingan kemarin, liburan ke Gunung Kidul selama tiga hari menyisakan kesan yang luar biasa. Banyak hal baru yang membuat aku semakin ingin melangkahkan kakiku untuk berburu cerita. Hari terakhir liburan aku berangkat lebih pagi dari rumah saudaraku sekalian pamit pulang.

Tempat pertama yang ku kunjungi adalah Pantai Ngitun.

Jalur favoritku kalau ke kepantai bagian timur itu lewat Tepus, pokoknya lewatnya jalan yang diapit bukit-bukit yang mendamaikan mata.





Secara Adminitratif Pantai Ngitun terletak di Dusun Sureng, Desa Purwodadi, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunung Kidul. Jalanya masih  ada yang ala-ala  offroad gitu. 



 Masuk sini bayar 5000 tapi waktu aku kesana yang jaga karcis belum buka jadi gratis. Karena pengen jalan sambil menikmati pemandanagan aku parkir motornya agak jauh dari pantai.



Pantainya masih sepi dan bersih, selain bisa main ombak di pantai Ngitun kita bisa menikmati hamparan lautan dari atas bukit. Bukit yang aku naikin ada dua puncak gitu nah, aku cuma ke watu gentonya aja. Menariknya di bukit ini terdapat satu makam yang menurut ibu penjual kopi adalah makamnya mbah logo. 


    Nah ini namanya watu gentong dan ini adalah tempat ajaib karena di sini sinyal saya penuh. Tiga hari di rumah saudara kiris sinyal dan aku ngakak setengah mati karena dapet signal full di sini. dari sini kita bisa liat luasnya lautan biru rasanya damai luar biasa.Resiko pergi gak ngajak teman kalau seneng gak bisa dibagi dan kalau mau foto gak ada orang yang motion alhasi minta  tolong sama batu. Setelah sedikit merenung kemudian aku turun. karena rasanya ada yang kurang akhirnya aku mapir kewarung dan ngopi, sembari ngobrol dengan ibu penjualnya. entah mengapa hal yang paling penting ketika dolan adalah ngobrol dengan penduduk setempat.

Pantai Timang ( Gondola Penyambung Hidup)


Tidak jauh dari pantai Ngitun ada pantai yang baru-baru ini jadi terkenal gegara ada bintang k-pop yang syuting di sana. Yap...Pantai Timang yang terkenal dengan gondolanya. Awalnya pengen naik tapi karena tahu harganya 150.000 gak jadi deh, o ya jalanya sekitar 2 km masih offroad asik pokoknya . Gondola itu sebelumnya digunakan untuk mencari lobster di Timang ini lobsternya melimpah ruah . Selain gondolo Pantai Timang juga memiliki spot selfi bayarnya sekitar  10K.

Awalnya aku rada mikir ya elah semua dikomersialin, tapi emang kalau di desa orang harus kreatif  karena cari uang di desa gak gampang  ya... seperti yang dibilang mbak Yani pemilik kedai di pantai Timang. Sambil ngopi  dan memandang hamaparan samudra mbak Yani menceritakan bagaimana perjuangan untuk membuat gondola di karang tengah  laut itu. Jadi ada tiga atau empat orang gitu yang membuat gondola sayangnya aku lupa namanya. Pembuatan gondola ini terinspirasi dari kereta gantung yang ada di Ancol. Si bapak pelopor dulu pernah kerja gitu di Jakarta dan dapet ide bagaimana membhubungkan ke karang yang ada di tengah itu. mbaknya bilang bapak pelopor dibantu rekanya berenang menyebrang laut menuju karang yang dibantu temanya ketika ombak sedang tenang, dan itu dilakukan berkali kali sampai gondolanya jadi. Gondola ini resmi di gunakan untuk mencari lobster padatahun 1997. Mbak Yani begitu antusias ketika bercerita banyak orang terkenal datang ke pantai Timang beliau juga sempat bilang " anaknya Jokowi juga pernah kesini mba.. ya semoga saja dengan berkunjungnya anaknya pak presiden jalanya yang belum bagus bisa di bagusin". 

Pantai Jungwok : Cinta Pertama dan Kearifan Lokal 


Setelah ke pantai timang aku kembali memacu motorku ke Pantai Jungwok (biaya retribusi Rp.5000) , pantai yang benar-benar mencuri perhatian ku karena kisahnya. dan rasanya aku masih penasaran dengan segala hal yang ada di sana ... ya jadi kesana lagi deh. dan mulutku sedikit mangap ketika tahu kalau sekarang jungwok udah ramai. kontras banget sama dulu... kubawa motorku sampa dekat pantai. tiba-tiba aku ngeliat wajah yang gak asing, dan ternyata Pak Sediyanto yang dulu pernah cerita tentang pantai Jungwok. Sembari bincang-bincang, karena perut udah keroncongan akhirnya njajan deh di parung Pak Sediyanto. 



berkeliling pantai jungwok , ketemu banyak ubur-ubur.  dan kasihannya si ubur ubur pada dikubur karena katanya nyengatin manusia yang main kepantai pas lagi musimnya merka bertepi.

Gunung Api Purba ; Biangkerok lava Bantal dan  Pertapaan Jaka Tarub 

Habis dari jungwok awalnya aku mau ke Bukit Sinden tapi rasanya agak was-was karena belum paham jalanya, jadi akhirnya aku memutuskan untuk pulang aja deh. Sewaktu diperjalanan tidak jauh dari Panta Jungwok, aku ngelihat ada plang bertuliskan Gunung Batur. Rasa penasaranku yang mengebu akhirnya memacu motorku untu mengikuti petunjuk arah itu.

 

Membaca sekilas dari papan informasi, ternyara Gunung Batur itu merupaka gunung api purba. ternyata tidak hanya gunung api purba langgeran saja yang di Gunung Kidul. Sewaktu aku kesana ternyata gak ada pengunjung dan aku rada gak yakin mau mendaki sampai puncak. Pas mau balik ternya ketemu deh sama Pak Sadat penduduk setampaat yang mau cari pakan ternak ya sekalian deh ikut sambil tanya-tanya terkait Gunung Batur. Selama perjalanan mendaki  bapaknya cerita kalau rencananaya Gunung Batur mau dibuat kayak Langgeran, proyek pembangunanya si rencananya 900 hari.


Jadi di Gunung Batur itu dimanfaatkan warga setempat sebagai lahan pertanian di sini ada juga kandang sapi di tengah-tengah gunungnya. Gunung Batur ini sudah sering dikunjungi, katanya pas musim akik gunung ini rame banget. Ketika bertanya mengenai kisah gunung ini pak Sadat mengatakan bahwa kalau tidak selah tempat ini dulunya pernah dipaki bertapa sama Jaka Tarub. Di tengah jalan karena tujuan kami berbeda pak Sadat menunjukan arah menuju puncak. Setelah mengucapkan terima kasih kumantapkan langkahku menuju puncak.




Beberapa menit kemudian langkahku sampai di puncak gunung ini. ketika memasuki semacam tanah lapang ternyata disitu ada kakek-nenek yang baru ngupas singkong. puncak gunung ini adalah lahan pertanian bliau, ya semoga saja besuk kalau udah resmi jadi tempat wisata lahan pertanianya gak usah dihilangkan. Kusempatkan untuk berbincang-bincang dengan beliau, sang kakek batu yang menjulang itu namanya watu pangung. Nah kalau mau melihat pemandangan yang indah kita boleh loh naik ke batu tersebut.









dari atas Watu Pangung terlihat seperti ada tanah lapang yang cukup luas kata sang kake pemilik lahan tadi tempat itu bernama telaga mardida, kalau musim hujan ada genangan airnya tapi kalau baru musim kemrau dijadikan lahan pertanian.




di atas gunung pangungnya kita bias liat pemandangan laut lepas di arah selatan dan di arah utara kita disuguhi  deretan bukit yang indah. dibalik gunung ini ada pantai namanya woh kudu kata pak sadat  dulu di pantai itu pernah di buat bertapa sama Pak Karno. Selesai menikmati pemandangan aku kembali pulang. Selama tiga hari aku melakukan perjalanan singkat ini,  selain dapat mengunjungi beberaapa tempat baru aku merasa begitu bersyukur bertemu dengan orang-orang baik yang dengan senang hati mau berbagi cerita. 






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Asal Mula Desa Jepitu Menurut Cerita Turun Temurun

Pagi mangunan

Lembah Karst Mulo